TUGAS KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN I
”PENANGANAN
KASUS STATUS ASMATIKUS PADA
PRE-HOSPITAL DAN HOSPITAL”
OLEH
KELOMPOK 6
Wahyu Eka Verdito 1101100001
Nike Dara Pamungkas
1101100004
Ahmad Dikrullah 1101100005
Dwi Setyo Rini 1101100016
Deviana Indah Susanti
1101100034
Iga Yustiasari 1101100049
Maichel Alfredo 1101100058
III A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MALANG
2013
PENANGANAN STATUS ASMATIKUS PADA
PRE HOSPITAL dan PADA HOSPITAL
1.
Pengertian
Status Asmatikus
Istilah status asmatikus belakangan
ini terutama di Eropa mulai ditinggalkan, cukup menggunakan istilah asma akut
berat karena antara keduanya sebenarnya tidak berbeda. Status asmatikus sendiri
juga suatu serangan asma berat, namun demikian istilah ini masih tetap relevan
dipergunakan untuk membedakan serangan asma akut berat yang memerlukan rawat
inap di rumah sakit dan yang tidak.
Per Definisi, status asmatikus
adalah suatu keadaan darurat medic berupa serangan asma berat kemudian
bertambah berat yang refrakter bila setelah 1 sampai 2 jam pemberian obat untuk
serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena atau agonis
β-2 tidak ada perbaikan atau malah memburuk
2.
Etiologi
·
Mekanisme pemacu
serangan akut terjadi bermacam-macam : alergen,
kerja fisik, insfeksi virus pada jalan nafas, ketegangan emosional, perubahan
iklim dan beberapa janis obat sepreti aspirin.
·
Ketidak seimbangan
modulasi adenergic dan kolinergic dari broncus.
·
Sering terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, anak laki-laki sering terkena dari pada anak
perempuan.
·
Biasanya mempunyai
alergi dengan kadar IgE meninggi (asma atopic/aksentrik berkaitan dengan keadaan
alergi lain sperti eksema fifer).
·
Asma instrinsik terjadi
pada penderita non atopic yang lebih tua.
3.
Patofisiologi
Banyak
faktor pencetus status asmatikus yakni asma berat. Status asmatikus diawali
serangan asam biasa, yang dalam perjalannya kemudian resisten terhadap
bronkudilator jadi kebanyakan status asmatikus ditimbulkan oleh faktor-faktor
pencetus yang biasa seperti :
1. Infeksi alat pertnafasan
þ Bakterial
þ Nonbakterial
2. Alergen
þ Inhalan :
debu rumah, tungau, tepung sari, serpihan binatang, bulu,jamur.
þ Ingestan :
susu sapi, telur, ikan, biah-biahan, biji-bijian dan sebagainya.
3. Kegiatan Jasmani
þ Terutam
lari : diperberat bila cuaca dingin
4. Keadaan emosi
þ Emosi yang
meluap
þ Marah,
takut
þ Tertawa/menagis
5. Konflik dalam keluarga
þ Ketegangan
di rumah
þ Proteksi
yang berlebihan
6. Cuaca
þ Perubahan
cuaca
þ Kabut,
angin
þ Cuaca
dingin
7. Lain-lain.
þ Aspirin
þ Anti biotik
dan sebagainya
4.
Tanda dan Gejala
·
Gejala yang menonjol,sukar bernafas, yang
timbul intermiten dan wheezing pada waktu inspirasi, lebih sering terutama
pada malam hari.
·
Batuk-batuk dengan lendir yang lengket :
kesulitan pada ekspektoransi
·
Gelisah, usaha bernafas dengan keras.
·
Bernafas melalui sela-sela bibir
·
Sianosis
·
Takipnea
·
Nadi cepat
5.
Penatalaksanaan
1. Peroide dinatar waktu serangan
a. Hilangnya
penyebab dari lingkungan penderita asma yang alregic
b. Derivat
amniphilin oranl.
c. Beta alfa agonis
oral atau inhalasi
d. Inhalasi
kostikostiroid yang tidak diserap, beclometazone
e. Modifikasi
reaksi alergen antibidy dengan inhalasi cromolyu
f. Kostikostiroid
oral untuk kasus yang berat
2. Serangan
akut
a. Hidrasi adekuat
sangat penting
b. Epinefrin subkutan atau simpatomimetik lain
sering membantu pada permulaan serangan.
c. Derivat
aminophilin parenteral.
d. Inhalasi bronkho
selektive beta agonist pada serangan ringan.
e. Serangan yang hebat mungkin memerlukan
pengobatan steroid dan dipertahankan untuk jangka waktu lama dengan dosis
selektif minimum bila serangan hilang timbul.
3. Status
Asmatikus
a. Serangan asma
yang lama dan berat dapat berbahaya bagi jiwa klien
b. Harus
diberikan pengobatan yang cepat seperti pada serangan akut.
c. Pengobatan
seperti pada searangan akut.
d. Harus diberikan
hiodrokortison secara intar vena.
e. Terapi O2
mungkin perlu pada penderita yang dapat menahan CO2.
f. Mungkin
memelukan inkubasi endotracheal dan bantuan ventilator.
6.
Penanganan
pada pre-hospital
Yang
pertama dan utama bagian dari penilaian pasien pada saat pre-hospital dengan
trauma disebut survei primer. Tahap pertama dari survei utama adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk menilai jalan napas. Jika pasien mampu berbicara, jalan
napas cenderung jelas. Jika pasien tidak sadar, pasien mungkin tidak dapat
mempertahankan jalan napas sendiri. Untuk mempertahankan jalan napas, dapat menggunakan
teknik head tilt- chin lift atau jaw thrust. Airway tambahan berarti
diperlukan. Jika jalan nafas
tersumbat (misalnya, dengan darah atau muntah atau lidah yang jatuh ke belakang),
cairan harus dibersihkan dari mulut pasien dengan bantuan alat penyedotan
(suction).
2.
Pemeriksaan dada-thorak bisa dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Identifikasi jika ada Emphysema Subkutan dan
deviasi trakea.
3. Selama survei utama
dilakukan, dibuat penilaian neurologis dasar, dikenal dengan AVPU (alert,
verbal stimuli response, painful stimuli response, unresponsive). Sebuah
evaluasi neurologis cepat dan tepat dilakukan pada akhir survei primer. Ini
menetapkan tingkat kesadaran pasien. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah cara cepat
untuk menentukan tingkat kesadaran pasien. Jika tidak dilakukan dalam survei
primer, hal itu harus dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan neurologis yang
lebih rinci dalam survei sekunder. Tingkat kesadaran yang berubah mengindikasikan perlunya
segera re-evaluasi oksigenasi pasien, ventilasi, dan status perfusi.
4. Memotong pakaian
pasien jika perlu. Kemudian selimuti pasien untuk mencegah hipotermi pada saat
dilakukan rujukan dan agar privasi pasien tetap terjaga.
5.
Ketika survei primer selesai, upaya resusitasi, dan
tanda-tanda vital mulai normal, survei sekunder dapat dilakukan. Survei
sekunder merupakan evaluasi head-to-toe dari pasien trauma, termasuk riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik, kemudian
dilakukan penilaian ulang terhadap semua tanda-tanda vital. Setiap bagian tubuh harus diperiksa
sepenuhnya.
7.
Penanganan
pada saat hospitalisasi
Penatalaksanaan status
asmatikus semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit menunjukkan keadaan
obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan di dalam
perawatannya, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang
berpengalaman. Pemantauan harus dilakukan secara ketat, berpedoman pada klinis,
uji faal paru (APE) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau
justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi baik oleh karena konstriksi
bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasi seperti
infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah barang tentu memerlukan
pengobatan yang lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada
pemberian drip aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu juga dengan akurat
menentukan kapan penderita mesti dikirim ke Unit Perawatan Intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di
ruangan, setelah dikirim dari UGD dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut :
1. Pemberian
oksigen diteruskan
2. Agonis
β2
Dilanjutkan pemberian inhalasi
nebulasi 1 dosis setiap jam, kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4
jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagai alternatif lain dapat
diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler/volumatic atau secara injeksi.
Bila terjadi perburukan, diberikan drip salbutamol atau terbutalin.
3. Aminofilin
Diberikan melalui infuse atau drip
dengan dosis 0,5-0,9 mg/kgBB/jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian
secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada
penderita dengan penyakit hati, gagal jantung atau bila penderita menggunakan
simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada
perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi
mual,muntah atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konvulsi,
aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik
yang berbahaya.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi
intravena diberikan setiap 2-8 jam tergantung beratnya keadaan serta kecepatan
respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200-400mg dengan dosis
keseluruhan 1-4 gr/24 jam. Sediaan lain yang juga dapat diberikan sebagai
alternatif adalah triamisinolon 40-80 mg, deksametason/betametason 5-10 mg.
dalam tersedianya kortikosteroid intravena, dapat diberikan kortikosteroid
peroral yaitu prednisone atau prednisolon 30-60 mg/hari.
5. Antikolinergik
Iptropium bromide dapat diberikan
baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis β2 secara inhalasi
nebulisasi, penambahan ini tidak diperlukan bial pemberian agonis β2
sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan
lainnya
a. Hidrasi
dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara
klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis
metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk rehidrasi
dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan natrium bikarbonat.
b. Mukolitik
dan ekspektorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada
penderita dengan obstruksi jalan napas berat, ekspektoran seperti obat batuk
hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin
maupun N-asetilsistein.
c. Fisioterapi
dada
Drainase postural, vibrasi dan
perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada penderita dengan
hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d. Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada
tanda-tanda infeksi seperti demam, sputum purulen dengan neutrofil
leukositosis.
e. Sedasi
dan antihistamin
Obat-obat sedative merupakan indikasi
kontra, kecuali di ruang perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak
terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat, malahan dapat menyebabkan
pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.
Penatalaksanaan
lanjutan adalah sebagai berikut :
Setelah
diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap respons
pengobatan dengan menilai parameter klinis: sesak napas, bising mengi,
frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, foto toraks,
analisis gas arteri, kadar serum aminofilin, kadar kalium dan gula darah
diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya.
Indikasi
Perawatan Intensif :
Penderita
yang tidak menunjukkan respons terhadap terapi intensif yang diberikan perlu
dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke Unit Perawatan Intensif. Penderita
dengan keadaan berikut biasanya memerlukan perawatan intensif sebagai berikut :
a. Terdapat
tanda-tanda kelelahan
b. Gelisah,
bingung, kesadaran menurun.
Henti napas membakat (PaO2 < 40 mmHg
atau PaCO2 > 45 mmHg) sesudah pemberian oksigen.
Penatalaksanaan
Lanjutan di Ruangan :
Pada penderita yang telah memberiakn respons yang
baik terhadap pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari.
Pada 2-5 hari pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan steroid
oral dan aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler dosis
terukur 6-8 kali per hari atau preparat oral 3-4 kali perhari.
Pada hari 5-10, steroid oral (prednisone,
prednisolon) diturunkan, obat β2 dan aminofilin diteruskan.
Penatalaksanaan Lepas
Rawat :
Kapan penderita dapat dipulangkan, belum ada
criteria pasti yang dapat dipergunakan. Sebagai patokan, penderita dapat
dipulangkan, apabila :
a. Tidak
ada sesak waktu istirahat
b. Bising
tidak ada atau minimal
c. Retraksi
otot bantu napas minimal
d. Tidur
sudah normal
e. APE
> 70% dari nilai normal atau nilai terbaik
Selama minggu pertama penderita dipulangkan,
diberikan pengobatan yang sama dengan hari-hari terakhir perawatan di rumah
sakit. Yang terpenting adalah mengenai penggunaan steroid. Penurunan dosis
steroid 5mg/hari baru dilakukan pada minggu kedua pasca perawatan. Pada
penderita asma kronik yang tergantung steroid penurunan steroid dilakukan
sampai dosis rendah yang masih ditoleransi penderita, sebaiknya diberikan dosis
tunggal pagi hari setiap hari atau selang sehari. Kalau memungkinkan, lebih
baik diberikan steroid aerosol.
Pendidikan terhadap penderita juga penting,
diberikan pengetahuan tentang obat-obat yang harus dipergunakan, cara
menggunakan inhaler, mengenal tanda-tanda perburukan asmanya dan kapan harus
segera mencari pertolongan medic ke unit pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Faisal
Y, Hadiarto M. 1992. Status asmatikus.
Dalam: Pulmonologi Klinik, 189-198. Jakarta: FKUI
2. Hadiarto,
M.1993.Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma akut dan status asmatikus. Naskah lengkap Penyegaran
Dokter Ahli Penyakit Paru Alumni FKUI. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI
3. Hadiarto,
Mashabi A, Zulkifli M, Farid M.1982.Pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan status asmatikus.Jakarta: Bagian Pulmonologi
FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar