Kamis, 17 Oktober 2013

PENANGANAN KASUS STATUS ASMATIKUS PADA PRE-HOSPITAL DAN HOSPITAL

TUGAS KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN I
”PENANGANAN KASUS STATUS ASMATIKUS PADA
 PRE-HOSPITAL DAN HOSPITAL”


OLEH
KELOMPOK 6

                                            Wahyu Eka Verdito             1101100001
Nike Dara Pamungkas         1101100004
Ahmad Dikrullah                 1101100005
Dwi Setyo Rini                      1101100016
Deviana Indah Susanti        1101100034
Iga Yustiasari                       1101100049
Maichel Alfredo                   1101100058

III A

Copy of logo kemenkes poltekkes


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MALANG
2013
PENANGANAN STATUS ASMATIKUS PADA
PRE HOSPITAL dan PADA HOSPITAL


1.      Pengertian Status Asmatikus
            Istilah status asmatikus belakangan ini terutama di Eropa mulai ditinggalkan, cukup menggunakan istilah asma akut berat karena antara keduanya sebenarnya tidak berbeda. Status asmatikus sendiri juga suatu serangan asma berat, namun demikian istilah ini masih tetap relevan dipergunakan untuk membedakan serangan asma akut berat yang memerlukan rawat inap di rumah sakit dan yang tidak.
            Per Definisi, status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa serangan asma berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila setelah 1 sampai 2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena atau agonis β-2 tidak ada perbaikan atau malah memburuk

2.      Etiologi
·         Mekanisme pemacu serangan akut  terjadi bermacam-macam : alergen, kerja fisik, insfeksi virus pada jalan nafas, ketegangan emosional, perubahan iklim dan beberapa janis obat sepreti aspirin.
·          Ketidak seimbangan modulasi adenergic dan kolinergic dari broncus.
·         Sering terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, anak laki-laki sering terkena dari pada anak perempuan.
·         Biasanya mempunyai alergi dengan kadar IgE meninggi (asma atopic/aksentrik berkaitan dengan keadaan alergi lain sperti eksema fifer).
·         Asma instrinsik terjadi pada penderita non atopic yang lebih tua.


3.      Patofisiologi
         Banyak faktor pencetus status asmatikus yakni asma berat. Status asmatikus diawali serangan asam biasa, yang dalam perjalannya kemudian resisten terhadap bronkudilator jadi kebanyakan status asmatikus ditimbulkan oleh faktor-faktor pencetus yang biasa seperti :
1.      Infeksi alat pertnafasan
þ  Bakterial
þ  Nonbakterial

2.      Alergen
þ  Inhalan : debu rumah, tungau, tepung sari, serpihan binatang, bulu,jamur.
þ  Ingestan : susu sapi, telur, ikan, biah-biahan, biji-bijian dan sebagainya.
3.      Kegiatan Jasmani
þ  Terutam lari : diperberat bila cuaca dingin

4.      Keadaan emosi
þ  Emosi yang meluap
þ  Marah, takut
þ  Tertawa/menagis

5.      Konflik dalam keluarga
þ  Ketegangan di rumah
þ  Proteksi yang berlebihan

6.      Cuaca
þ  Perubahan cuaca
þ  Kabut, angin
þ  Cuaca dingin

7.      Lain-lain.
þ  Aspirin
þ  Anti biotik dan sebagainya


4.      Tanda dan Gejala
·         Gejala yang menonjol,sukar bernafas, yang timbul intermiten dan wheezing pada waktu inspirasi, lebih sering  terutama pada malam hari.
·         Batuk-batuk dengan lendir yang lengket : kesulitan pada ekspektoransi
·         Gelisah, usaha bernafas dengan keras.
·         Bernafas melalui sela-sela bibir
·         Sianosis
·         Takipnea
·         Nadi cepat

5.      Penatalaksanaan
1.      Peroide dinatar waktu serangan
a.    Hilangnya penyebab dari lingkungan penderita asma yang alregic
b.     Derivat amniphilin oranl.
c.    Beta alfa agonis oral atau inhalasi
d.    Inhalasi kostikostiroid yang tidak diserap, beclometazone
e.     Modifikasi reaksi alergen antibidy dengan inhalasi cromolyu
f.     Kostikostiroid oral untuk kasus yang berat

2.      Serangan akut
a.    Hidrasi adekuat sangat penting
b.     Epinefrin subkutan atau simpatomimetik lain sering membantu pada permulaan serangan.
c.    Derivat aminophilin parenteral.
d.    Inhalasi bronkho selektive beta agonist pada serangan ringan.
e.     Serangan yang hebat mungkin memerlukan pengobatan steroid dan dipertahankan untuk jangka waktu lama dengan dosis selektif minimum bila serangan hilang timbul.

3.      Status Asmatikus
a.    Serangan asma yang lama dan berat dapat berbahaya bagi jiwa klien
b.     Harus diberikan pengobatan yang cepat seperti pada serangan akut.
c.    Pengobatan seperti pada searangan akut.
d.    Harus diberikan hiodrokortison secara intar vena.
e.     Terapi O2 mungkin perlu pada penderita yang dapat menahan CO2.
f.     Mungkin memelukan inkubasi endotracheal dan bantuan ventilator.

6.      Penanganan pada pre-hospital
Yang pertama dan utama bagian dari penilaian pasien pada saat pre-hospital dengan trauma disebut survei primer. Tahap pertama dari survei utama adalah sebagai berikut :
1.      Untuk menilai jalan napas. Jika pasien mampu berbicara, jalan napas cenderung jelas. Jika pasien tidak sadar, pasien mungkin tidak dapat mempertahankan jalan napas sendiri. Untuk mempertahankan jalan napas, dapat menggunakan teknik head tilt- chin lift atau jaw thrust. Airway tambahan berarti diperlukan. Jika jalan nafas tersumbat (misalnya, dengan darah atau muntah atau lidah yang jatuh ke belakang), cairan harus dibersihkan dari mulut pasien dengan bantuan alat penyedotan (suction).
2.      Pemeriksaan dada-thorak bisa dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Identifikasi jika ada Emphysema Subkutan dan deviasi trakea.
3.      Selama survei utama dilakukan, dibuat penilaian neurologis dasar, dikenal dengan AVPU (alert, verbal stimuli response, painful stimuli response, unresponsive). Sebuah evaluasi neurologis cepat dan tepat dilakukan pada akhir survei primer. Ini menetapkan tingkat kesadaran pasien. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah cara cepat untuk menentukan tingkat kesadaran pasien. Jika tidak dilakukan dalam survei primer, hal itu harus dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan neurologis yang lebih rinci dalam survei sekunder. Tingkat kesadaran yang berubah mengindikasikan perlunya segera re-evaluasi oksigenasi pasien, ventilasi, dan status perfusi.
4.      Memotong pakaian pasien jika perlu. Kemudian selimuti pasien untuk mencegah hipotermi pada saat dilakukan rujukan dan agar privasi pasien tetap terjaga. 
5.      Ketika survei primer selesai, upaya resusitasi, dan tanda-tanda vital mulai normal, survei sekunder dapat dilakukan. Survei sekunder merupakan evaluasi head-to-toe dari pasien trauma, termasuk riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, kemudian  dilakukan penilaian ulang terhadap semua tanda-tanda vital. Setiap bagian tubuh harus diperiksa sepenuhnya.

7.      Penanganan pada saat hospitalisasi
Penatalaksanaan status asmatikus semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit menunjukkan keadaan obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan di dalam perawatannya, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan harus dilakukan secara ketat, berpedoman pada klinis, uji faal paru (APE) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi baik oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasi seperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah barang tentu memerlukan pengobatan yang lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drip aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu juga dengan akurat menentukan kapan penderita mesti dikirim ke Unit Perawatan Intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut :
1.      Pemberian oksigen diteruskan
2.      Agonis β2
Dilanjutkan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis setiap jam, kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagai alternatif lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler/volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drip salbutamol atau terbutalin.
3.      Aminofilin
Diberikan melalui infuse atau drip dengan dosis 0,5-0,9 mg/kgBB/jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung atau bila penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual,muntah atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konvulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.

4.      Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intravena diberikan setiap 2-8 jam tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200-400mg dengan dosis keseluruhan 1-4 gr/24 jam. Sediaan lain yang juga dapat diberikan sebagai alternatif adalah triamisinolon 40-80 mg, deksametason/betametason 5-10 mg. dalam tersedianya kortikosteroid intravena, dapat diberikan kortikosteroid peroral yaitu prednisone atau prednisolon 30-60 mg/hari.
5.      Antikolinergik
Iptropium bromide dapat diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis β2 secara inhalasi nebulisasi, penambahan ini tidak diperlukan bial pemberian agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6.      Pengobatan lainnya
a.       Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk rehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan natrium bikarbonat.
b.      Mukolitik dan ekspektorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan napas berat, ekspektoran seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein.
c.       Fisioterapi dada
Drainase postural, vibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada penderita dengan hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d.      Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda-tanda infeksi seperti demam, sputum purulen dengan neutrofil leukositosis.
e.       Sedasi dan antihistamin
Obat-obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat, malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.
            Penatalaksanaan lanjutan adalah sebagai berikut :
            Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap respons pengobatan dengan menilai parameter klinis: sesak napas, bising mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, foto toraks, analisis gas arteri, kadar serum aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya.

            Indikasi Perawatan Intensif :
          Penderita yang tidak menunjukkan respons terhadap terapi intensif yang diberikan perlu dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke Unit Perawatan Intensif. Penderita dengan keadaan berikut biasanya memerlukan perawatan intensif sebagai berikut :
a.       Terdapat tanda-tanda kelelahan
b.      Gelisah, bingung, kesadaran menurun.
Henti napas membakat (PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg) sesudah pemberian oksigen.
Penatalaksanaan Lanjutan di Ruangan :
Pada penderita yang telah memberiakn respons yang baik terhadap pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2-5 hari pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler dosis terukur 6-8 kali per hari atau preparat oral 3-4 kali perhari.
Pada hari 5-10, steroid oral (prednisone, prednisolon) diturunkan, obat β2 dan aminofilin diteruskan.
Penatalaksanaan Lepas Rawat :
Kapan penderita dapat dipulangkan, belum ada criteria pasti yang dapat dipergunakan. Sebagai patokan, penderita dapat dipulangkan, apabila :
a.       Tidak ada sesak waktu istirahat
b.      Bising tidak ada atau minimal
c.       Retraksi otot bantu napas minimal
d.      Tidur sudah normal
e.       APE > 70% dari nilai normal atau nilai terbaik
Selama minggu pertama penderita dipulangkan, diberikan pengobatan yang sama dengan hari-hari terakhir perawatan di rumah sakit. Yang terpenting adalah mengenai penggunaan steroid. Penurunan dosis steroid 5mg/hari baru dilakukan pada minggu kedua pasca perawatan. Pada penderita asma kronik yang tergantung steroid penurunan steroid dilakukan sampai dosis rendah yang masih ditoleransi penderita, sebaiknya diberikan dosis tunggal pagi hari setiap hari atau selang sehari. Kalau memungkinkan, lebih baik diberikan steroid aerosol.
Pendidikan terhadap penderita juga penting, diberikan pengetahuan tentang obat-obat yang harus dipergunakan, cara menggunakan inhaler, mengenal tanda-tanda perburukan asmanya dan kapan harus segera mencari pertolongan medic ke unit pelayanan kesehatan.






DAFTAR PUSTAKA

1.      Faisal Y, Hadiarto M. 1992. Status asmatikus. Dalam: Pulmonologi Klinik, 189-198. Jakarta: FKUI
2.      Hadiarto, M.1993.Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma akut dan status asmatikus. Naskah lengkap Penyegaran Dokter Ahli Penyakit Paru Alumni FKUI. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI
3.      Hadiarto, Mashabi A, Zulkifli M, Farid M.1982.Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan status asmatikus.Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar